WHAT'S NEW?
Loading...

Produk Lokal Citarasa Global

20 tahun yang silam, terbayang dalam benak saya bahwa Indonesia akan menjelma menjadi sebuah negara yang berdaya. Berdaya dalam hal. Politik, keamanan, ekonomi, pangan maupun budaya. Tentunya harapan yang tidak berlebihan karena memang Indonesia memenuhi syarat untuk menjadi negara yang berdaya bahkan negara adidaya. Salah satunya adalah potensi alam. Secara fisiografis, hampir sebagian besar pulau utama Indonesia memiliki gunung berapi. Kondisi ini memungkinkan beberapa bagian wilayah Indonesia memiliki tanah yang relatif kaya akan unsur hara. Sehingga tanah menjadi subur. Tidak berlebihan jika Koes Plus menuangkannya dalam salah satu lagunya, ”orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman”. Yang pada akhirnya, dimasa pemerintahan Sang Jenderal besar, Indonesia berada pada era keemasan pangan. Tepat ketika saya duduk di kelas 2 SD. Sehingga FAO pun mengganjar Indonesia dengan penghargaan karena telah berhasil memenuhi kebutuhan pangan nasional (swasembada beras).


Namun, tak lama setelah mendapatkan penghargaan oleh FAO, Indonesia kembali menjadi negara yang gemar mengimpor beras. Bebeda dengan Thailand dan Vietnam yang sekarang masuk dalam negara eksportir beras walaupun memiliki luas wilayah yang relatif kecil. Bahkan beberapa tahun terakhir negeri Paman Sam juga sudah meluai merengsek menguasai pasar beras internasional.

Sejatinya, beras dan sumber pangan lainnya adalah sesuatu yang vital dan strategis karena merupakan kebutuhan dasar manusia. Akan tetapi kian kemari dunia pangan kita semakin terbelit berbagai persoalan. Berita terakhir yang masih anyar adalah tentang langkanya pasokan kedelai di pasaran. Kebutuhan kedelai domestik tahun 2007 mencapai angka 1,8 juta ton sementara produksi lokal hanya bisa menghasilkan 620 ribu ton. Sehingga untuk menutup kebutuhan 1,2 juta ton kita harus mengimpor.
Inilah bentuk ketidakberdayaan bangsa kita dalam memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya.

Saya hanya berharap kelak dengan langkah politis pro rakyat yang di ambil oleh pemerintah dan para wakil rakyat yang terhormat dapat membuahkan sebuah politk pangan yang tangguh. Sehingga memang pangan adalah sebuah masalah yang serius untuk segera ditangani. Segera ditangani karena saya (mungkin anda juga) tidak ingin penganan seperti uli, ketan, popedau, singkong, ubi jalar, talas atau yang lainnya secara perlahan tapi pasti hilang dari bumi Nusantara diganti dengan aneka macam fast food produk waralaba kapitalis global. Donat, pizza, dan fried chicken. Dan juga jika Pemerintah dan kita semua tetap membiarkan pandangan bahwa pilihan makanan pokok menandakan status sosial. Seperti makan nasi sama dengan prestisius dan sagu hanya untuk orang miskin, bisa jadi di kemudian hari makanan pokok lokal akan menghilang dari peta makanan pokok nasional.

Perempatan pancoran (sambil makan cireng)
Jam 5 sore - 16 Februari 2008

0 komentar: