Ketika sekolah lain berbenah mempercantik diri menyambut gegap gempitanya tahun ajaran baru. Dinding dipoles dengan warna yang lebih menarik, taman sekolah ditata seapik mungkin dan lain sebagainya. Lain halnya dengan SDN Bendungan Pamarayan. Salah satu sekolah plat merah ini harus menerima kondisi yang mengenaskan. Seperti yang diberitakan oleh Radar Banten Online hari selasa tanggal 31 Juli 2007. Bangunan yang terdiri dari enam lokal tersebut, praktis nyaris tidak menunjukkan sebagai bangunan sekolah. Atap sekolah terbuat dari seng yang sudah tidak sempurna lagi. Lantai yang tidak berubin dan dinding hanya terbuat dari anyaman bambu yang sudah keropos. Dari gambaran singkat tersebut, sudah dipastikan bahwa proses kegiatan belajar mengajar di SDN Bendungan Pamarayan sangat tidak efektif alias tidak layak. Melihat potret pendidikan kecamatan Pamarayan ini rasanya kita tidak bisa menuntut banyak akan lahirnya calon pemimpin daerah yang mumpuni.
Pentingnya Pendidikan
Kita semua sepakat bahwa pendidikan adalah sesuatu hal yang tidak bisa di tawar-tawar lagi keberadaanya dalam upaya memperbaiki martabat bangsa. Dalam pembukaan UUD 1945 dijelaskan bahwa ”Pemerintah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa”. Dan Pasal 31 ayat (1) Amandemen UUD 1945 secara tegas mengamanatkan, "Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan", dan Ayat (2) menyatakan, "Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya". Hal ini dikukuhkan lagi dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang disahkan DPR 11 Juni 2003 dan ditandatangani Presiden 8 Juli 2003. Pada Pasal 5 ayat (1) disebutkan, "setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu". Sedangkan pada Pasal 6 Ayat (1) ditegaskan, "setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar."
Jelas sekali bahwa pembangunan dibidang pendidikan harus menjadi prioritas utama untuk mensejajarkan kita semua dalam pergaulan global. Perubahan, kemajuan, dan peradaban hanya bisa dicapai melalui pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan harus dijadikan landasan dan paradigma utama dalam mempercepat pembangunan. Maka, dalam pengembangan kebijakan bidang pendidikan, para penentu kebijakan tidak bisa melakukannya dengan pasif (menunggu laporan), statis dan sebagai rutinitas belaka, yang tidak memiliki orientasi jelas. Tetapi, pembangunan pendidikan harus dilakukan secara dinamis, konstruktif dan dilandasi semangat reformis, kreatif, inovatif dengan wawasan jauh ke depan. Terkait dengan kasus ambruknya SDN Bendungan Pamarayan dan beberapa SD yang akan menyusul nanti (mudah-mudahan tidak ada lagi). Kita menyangsikan peran dan komitmen pemerintah daerah. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah selama ini dinas pendidikan Serang tidak memiliki cukup informasi tentang kondisi sekolah-sekolah yang memiliki nasib seperti SDN Bendungan Pamarayan. Dan kalaupun mempunyai data lengkap tentang kondisi fisik dan lain sebagainya, berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menindaklanjuti hal-hal tersebut. Apakah memang sudah menjadi budaya, bahwa kesadaran akan tumbuh setelah jatuh korban?. Kalau memang demikian, lantas berapa korban lagi yang akan menjadi ”tumbal” sebagai penggugah kesadaran kita ?.
Data pada tahun 2004 menunjukkan ada 5.226 SD/MI, terdiri atas 4.322 SD negeri dan 904 MI negeri atau 34.447 (27.021 ruang SD) dan 7.426 MI. Dari jumlah itu, ada 7.185 ruang rusak ringan (26,59 persen) dan 6.445 ruang rusak berat (23,85 persen). Jadi, total kerusakan baik ringan dan berat mencapai 15.175 ruang atau 56,16 persen. Memang, pembangunan pendidikan tak lepas dari kekuatan ekonomi suatu daerah. Akan tetapi, kejadian ambruknya bangunan sekolah tidak terlepas dari perangkat birokrasi pendidikan mulai dari yang terendah sampai kepada orang nomer satu di suatu daerah. Semuanya punya wewenang sesuai kapasitsanya untuk menentukan kebijakan agar tidak ada lagi kejadian serupa. Dinas pendidikan selaku institusi yang berwenang dalam masalah ini seharusnya bisa memetakan kondisi sekolah di kabupaten Serang. Pemetaan sekolah yang kondisi fisiknya masih layak atau sudah “emergency” nantinya bisa dijadikan acuan dalam menentukan prioritas alokasi bantuan dana. Sementara ini, kebijakan perbaikan bangunan sekolah masih bersifat sporadis dan tambal sulam. Pembangunan atau perbaikan baru akan dilakukan setelah sekolah tidak bisa lagi digunakan alias rata dengan tanah.
Peran Pemerintah
Dunia pendidikan juga mendapatkan “berkah” reformasi. Hal ini terjadi dalam pengelolaan pendidikan. Pengelolaan pendidikan tidak hanya menjadi dominasi penuh pemerintah pusat. Pemerintah daerah juga memiliki peranannya dalam rangka otonomi dan desentralisasi. Kehadiran UU No. 22/1999 tentang Otonomi Daerah, yang disempurnakan dengan UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah telah merubah arah kebijakan pemerintahan dari sistem sentralistik menjadi desentralistik.
Sektor pendidikan termasuk bagian dari sektor pembangunan yang didesentralisasikan. Pasal 13 Ayat (1) huruf f UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah menegaskan, ”Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi merupakan urusan dalam skala provinsi yang meliputi: penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial.” Lalu dalam Pasal 14 Ayat (1) huruf f menjelaskan, ”Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi: penyelenggaraan pendidikan.” Disinilah pemerintah daerah dituntut lebih optimal dan serius lagi dalam menjalankan pembangunan di sektor pendidikan.
Sebagai alas pijakan, Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, ada beberapa tanggung jawab yang harus dimplementasikan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah terkait dengan kebijakan pendidikan, salah satunya adalah : Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi (Pasal 11 Ayat (1)). Menurut penulis, sekurang-kurangnya ada tiga syarat yang harus dipenuhi setiap sekolah agar pendidikan bisa dikategorikan bermutu. Pertama, ruang belajar yang kondusif dan menjamin terselenggaranya kegiatan belajar mengajar. Satu kelas maksimum diisi 25 sampai 30 orang, sirkulasi udara baik, dan perlengkapan pendukung (kursi, meja, papan tulis, dll) tersedia. Kedua, guru yang handal. Harus menguasai bidangnya masing-masing dan ditingkatkan kemampuannya melalui pemberian pelatihan rutin. Ketiga, kurikulum yang sistematis. Dalam kasus ambruknya SDN Bendungan Pamarayan, pemerintah daerah dalam hal ini dinas pendidikan Serang sudah mengabaikan tanggung jawab sebagaimana tertuang pada Pasal 11 ayat (1) UU Sisdiknas tersebut. Pemerintah daerah lalai dalam menjalankan amanahnya yaitu terselenggaranya pendidikan yang bermutu dalam hal ini tidak mampu menyediakan bangunan sekolah yang memadai. Masih menurut Radar Banten Online, disebutkan bahwa sejak pertama kali dibangun yaitu pada tahun 1982. SDN Bendungan Pamarayan belum pernah mendapatkan ”jatah” rehabilitasi gedung. Kenyataan ini sesungguhnya menunjukkan kepada kita semua bahwa ada indikasi tata kelola pemerintahan yang tidak jelas. Sehingga timbul pertanyaan-pertanyaan, bagaimana sistem distribusi anggaran daerah selama ini ?.
Menagih Komitmen
Pemerintah telah menetapkan Renstra pendidikan tahun 2005 – 2009 dengan tiga sasaran pembangunan pendidikan nasional yang akan dicapai, yaitu meningkatnya perluasan dan pemerataan pendidikan, meningkatnya mutu dan relevansi pendidikan; dan meningkatnya tata kepemerintahan (governance), akuntabilitas, dan pencitraan publik. Sekarang, saatnya rakyat menagih komitmen pemerintah pusat dan daerah terhadap pendidikan. Belajar dari realtias dunia pendidikan di Serang, kita dapat menelisik indikator determinan; bukan persoalan keterbatasan anggaran dana daerah, pemerintah daerah kabupaten Serang bisa belajar dari Kabupaten Musi Banyuasin (MUBA) Sumatera Selatan, Kabupaten Kutai Kertanegara- Kalimantan Timur dan Kabupaten Jembrana, Bali yang berhasil mengelola penidikan bahkan ketiga kabupaten itu mampu menyelenggarakan wajib belajar sembilan tahun. Bahkan untuk untuk Kabupaten Musi Banyuasin (MUBA)menerapkan wajib belajar 12 tahun. Sebenarnya yang diharapkan masyarakat Serang kepada para penyelenggara pemerintah daerah dalam mengurusi dunia pendidikan adalah pelaksanaan tata kelola pemerintahan (governance) yang peduli rakyat, adil dan transparans, sehingga hak-hak dasar rakyat berupa jaminan pendidikan lebih diutamakan. Di samping itu diperlukan juga kebijakan pendidikan yang tidak saja ditujukan untuk mengembangkan aspek fisik, intelektual, tetapi juga mengembangkan karakter siswa. Dengan demikian pendidikan menyiapkan siswa untuk memiliki kemampuan akademik, dapat beradaptasi dengan lingkungan yang cepat berubah, kreatif dalam mencari solusi masalah, dan bisa diandalkan untuk menjadi pemimpin daerah yang berkualitas. Semoga
Kita semua sepakat bahwa pendidikan adalah sesuatu hal yang tidak bisa di tawar-tawar lagi keberadaanya dalam upaya memperbaiki martabat bangsa. Dalam pembukaan UUD 1945 dijelaskan bahwa ”Pemerintah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa”. Dan Pasal 31 ayat (1) Amandemen UUD 1945 secara tegas mengamanatkan, "Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan", dan Ayat (2) menyatakan, "Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya". Hal ini dikukuhkan lagi dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang disahkan DPR 11 Juni 2003 dan ditandatangani Presiden 8 Juli 2003. Pada Pasal 5 ayat (1) disebutkan, "setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu". Sedangkan pada Pasal 6 Ayat (1) ditegaskan, "setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar."
Jelas sekali bahwa pembangunan dibidang pendidikan harus menjadi prioritas utama untuk mensejajarkan kita semua dalam pergaulan global. Perubahan, kemajuan, dan peradaban hanya bisa dicapai melalui pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan harus dijadikan landasan dan paradigma utama dalam mempercepat pembangunan. Maka, dalam pengembangan kebijakan bidang pendidikan, para penentu kebijakan tidak bisa melakukannya dengan pasif (menunggu laporan), statis dan sebagai rutinitas belaka, yang tidak memiliki orientasi jelas. Tetapi, pembangunan pendidikan harus dilakukan secara dinamis, konstruktif dan dilandasi semangat reformis, kreatif, inovatif dengan wawasan jauh ke depan. Terkait dengan kasus ambruknya SDN Bendungan Pamarayan dan beberapa SD yang akan menyusul nanti (mudah-mudahan tidak ada lagi). Kita menyangsikan peran dan komitmen pemerintah daerah. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah selama ini dinas pendidikan Serang tidak memiliki cukup informasi tentang kondisi sekolah-sekolah yang memiliki nasib seperti SDN Bendungan Pamarayan. Dan kalaupun mempunyai data lengkap tentang kondisi fisik dan lain sebagainya, berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menindaklanjuti hal-hal tersebut. Apakah memang sudah menjadi budaya, bahwa kesadaran akan tumbuh setelah jatuh korban?. Kalau memang demikian, lantas berapa korban lagi yang akan menjadi ”tumbal” sebagai penggugah kesadaran kita ?.
Data pada tahun 2004 menunjukkan ada 5.226 SD/MI, terdiri atas 4.322 SD negeri dan 904 MI negeri atau 34.447 (27.021 ruang SD) dan 7.426 MI. Dari jumlah itu, ada 7.185 ruang rusak ringan (26,59 persen) dan 6.445 ruang rusak berat (23,85 persen). Jadi, total kerusakan baik ringan dan berat mencapai 15.175 ruang atau 56,16 persen. Memang, pembangunan pendidikan tak lepas dari kekuatan ekonomi suatu daerah. Akan tetapi, kejadian ambruknya bangunan sekolah tidak terlepas dari perangkat birokrasi pendidikan mulai dari yang terendah sampai kepada orang nomer satu di suatu daerah. Semuanya punya wewenang sesuai kapasitsanya untuk menentukan kebijakan agar tidak ada lagi kejadian serupa. Dinas pendidikan selaku institusi yang berwenang dalam masalah ini seharusnya bisa memetakan kondisi sekolah di kabupaten Serang. Pemetaan sekolah yang kondisi fisiknya masih layak atau sudah “emergency” nantinya bisa dijadikan acuan dalam menentukan prioritas alokasi bantuan dana. Sementara ini, kebijakan perbaikan bangunan sekolah masih bersifat sporadis dan tambal sulam. Pembangunan atau perbaikan baru akan dilakukan setelah sekolah tidak bisa lagi digunakan alias rata dengan tanah.
Peran Pemerintah
Dunia pendidikan juga mendapatkan “berkah” reformasi. Hal ini terjadi dalam pengelolaan pendidikan. Pengelolaan pendidikan tidak hanya menjadi dominasi penuh pemerintah pusat. Pemerintah daerah juga memiliki peranannya dalam rangka otonomi dan desentralisasi. Kehadiran UU No. 22/1999 tentang Otonomi Daerah, yang disempurnakan dengan UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah telah merubah arah kebijakan pemerintahan dari sistem sentralistik menjadi desentralistik.
Sektor pendidikan termasuk bagian dari sektor pembangunan yang didesentralisasikan. Pasal 13 Ayat (1) huruf f UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah menegaskan, ”Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi merupakan urusan dalam skala provinsi yang meliputi: penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial.” Lalu dalam Pasal 14 Ayat (1) huruf f menjelaskan, ”Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi: penyelenggaraan pendidikan.” Disinilah pemerintah daerah dituntut lebih optimal dan serius lagi dalam menjalankan pembangunan di sektor pendidikan.
Sebagai alas pijakan, Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, ada beberapa tanggung jawab yang harus dimplementasikan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah terkait dengan kebijakan pendidikan, salah satunya adalah : Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi (Pasal 11 Ayat (1)). Menurut penulis, sekurang-kurangnya ada tiga syarat yang harus dipenuhi setiap sekolah agar pendidikan bisa dikategorikan bermutu. Pertama, ruang belajar yang kondusif dan menjamin terselenggaranya kegiatan belajar mengajar. Satu kelas maksimum diisi 25 sampai 30 orang, sirkulasi udara baik, dan perlengkapan pendukung (kursi, meja, papan tulis, dll) tersedia. Kedua, guru yang handal. Harus menguasai bidangnya masing-masing dan ditingkatkan kemampuannya melalui pemberian pelatihan rutin. Ketiga, kurikulum yang sistematis. Dalam kasus ambruknya SDN Bendungan Pamarayan, pemerintah daerah dalam hal ini dinas pendidikan Serang sudah mengabaikan tanggung jawab sebagaimana tertuang pada Pasal 11 ayat (1) UU Sisdiknas tersebut. Pemerintah daerah lalai dalam menjalankan amanahnya yaitu terselenggaranya pendidikan yang bermutu dalam hal ini tidak mampu menyediakan bangunan sekolah yang memadai. Masih menurut Radar Banten Online, disebutkan bahwa sejak pertama kali dibangun yaitu pada tahun 1982. SDN Bendungan Pamarayan belum pernah mendapatkan ”jatah” rehabilitasi gedung. Kenyataan ini sesungguhnya menunjukkan kepada kita semua bahwa ada indikasi tata kelola pemerintahan yang tidak jelas. Sehingga timbul pertanyaan-pertanyaan, bagaimana sistem distribusi anggaran daerah selama ini ?.
Menagih Komitmen
Pemerintah telah menetapkan Renstra pendidikan tahun 2005 – 2009 dengan tiga sasaran pembangunan pendidikan nasional yang akan dicapai, yaitu meningkatnya perluasan dan pemerataan pendidikan, meningkatnya mutu dan relevansi pendidikan; dan meningkatnya tata kepemerintahan (governance), akuntabilitas, dan pencitraan publik. Sekarang, saatnya rakyat menagih komitmen pemerintah pusat dan daerah terhadap pendidikan. Belajar dari realtias dunia pendidikan di Serang, kita dapat menelisik indikator determinan; bukan persoalan keterbatasan anggaran dana daerah, pemerintah daerah kabupaten Serang bisa belajar dari Kabupaten Musi Banyuasin (MUBA) Sumatera Selatan, Kabupaten Kutai Kertanegara- Kalimantan Timur dan Kabupaten Jembrana, Bali yang berhasil mengelola penidikan bahkan ketiga kabupaten itu mampu menyelenggarakan wajib belajar sembilan tahun. Bahkan untuk untuk Kabupaten Musi Banyuasin (MUBA)menerapkan wajib belajar 12 tahun. Sebenarnya yang diharapkan masyarakat Serang kepada para penyelenggara pemerintah daerah dalam mengurusi dunia pendidikan adalah pelaksanaan tata kelola pemerintahan (governance) yang peduli rakyat, adil dan transparans, sehingga hak-hak dasar rakyat berupa jaminan pendidikan lebih diutamakan. Di samping itu diperlukan juga kebijakan pendidikan yang tidak saja ditujukan untuk mengembangkan aspek fisik, intelektual, tetapi juga mengembangkan karakter siswa. Dengan demikian pendidikan menyiapkan siswa untuk memiliki kemampuan akademik, dapat beradaptasi dengan lingkungan yang cepat berubah, kreatif dalam mencari solusi masalah, dan bisa diandalkan untuk menjadi pemimpin daerah yang berkualitas. Semoga
0 komentar:
Posting Komentar