“sesungguhnya saat jatuhnya azab kepada mereka ialah di waktu subuh;
bukankah subuh itu sudah dekat?."
(QS. 11:81)
bukankah subuh itu sudah dekat?."
(QS. 11:81)
Ada keistimewaan tersendiri yang terdapat pada shalat shubuh. Dalam beberapa riwayat, banyak sekali diterangkan keutamaan-keutamaannya. Bahkan dalam sebuah hadisnya, Rasulullah SAW menyebutkan bila umat Islam mengetahui bagaimana istimewanya shalat shubuh, maka mereka akan mendatanginya walaupun harus merangkak. “Seandainya mereka mengetahui pahala yang terdapat dalam shalat al ‘Atamah (‘Isya’) dan Shubuh, niscaya mereka mendatangi keduanya walaupun dengan merangkak.” (HR. Asy Syaikhan dari Abu Hurairah).
Namun, pada kenyataannya sering kita jumpai. Tidak sedikit masjid kosong ketika shalat shubuh. Berbeda sekali dengan waktu-waktu lainnya apalagi jika dibandingkan dengan shalat Jumat. Dan celakanya, realitas inilah yang diinginkan oleh kaum Yahudi dan sekutu-sekutunya. Seperti yang diungkapkan oleh salah seorang imam mesji di New York, beliau pernah menyampaikan ceramahnya tentang percakapan dua orang Rabbi Yahudi dalam suatu pertemuan.
Si Rabbi pertama berkata; wahai saudaraku, kita semua harus waspada dan terus berkonsolidasi terhadap antusias kaum muslim mengikuti shalat Jumat. Bisa jadi, itu sarana untuk mereka untuk menyatukan gerakan perlawanan terhadap kaum Yahudi. Mendengar pernyataan sekaligus kekhawatiran tersebut si Rabbi kedua hanya tersenyum. ”Tidak usah khawatir dan takut saudaraku. Shalat Jumat yang dihadiri berjubelnya kaum muslim itu jangan dijadikan tolak ukur persatuan apalagi ancaman perlawanan. Meskipun mereka banyak, berkumpul tapi sebenarnya mereka rapuh dan tercerai berai.”
Selanjutnya, dengan penasaran Rabbi pertama bertanya, ”lantas, apa yang menjadi tolak ukur kaum muslimin mulai bersatu berhimpun dalam suatu garis perjuangan dan tanda-tanda mereka bersiap menghancurkan kita?”
Rabbi kedua menjawab dengan nada tegas dan seirus, ”Shalat Jumat memang bukan tolak ukur kekuatan mereka. Satu hal yang harus terus kita waspadai, satu-satunya yang harus patut kita cemaskan adalah jika mereka, orang-orang Islam itu sudah mennjalankan shalat Shubuh berjamaah di mesjid dengan jumlah sama banykanya dengan shalat Jumat. Jika shalat shubuh mereka sudah memenuhi mesjid-mesjid dan itu terjadi hampir di seluruh belahan dunia, maka itulah tanda-tanda akan segera hancurnya kaum Yahudi.”
Rabbi pertama menimpali. ”Jika demikian saudaraku, usahakan dengan cara apapun, dengan menggerakkan semua elemen kita buat mereka tetap terlelap dalam tidurnya, kita tutup telinganya agar tidak mendengar panggilan azan sehingga mereka tidak bisa mengetahui kekuatan mereka sendiri.
Dari kisah tersebut dapat kita ketahui bahwa, ternyata musuh-musuh Islam dalam setiap kesempatan akan menggunakan segala daya upaynya untuk melemahkan bahkan meluluhlantahkan sendi-sendi kekuatan kaum muslim. Sementara itu kesadaran kita untuk terus memperbaiki diri dengan menjalankan Al-Quran dan Sunnah kian hari kian terkikis oleh gelombang globalisasi.
Akhirnya, ketahuilah bahwa ketika kita semua masih bermalas-malasan di waktu shubuh. Lebih memilih melanjutkan dengkuran dan menarik kembali selimut diwaktu yang sama para musuh-musuh Islam, kaum Yahudi dan sekutunya sedang mentertawakan kita semua. Mereka senang bukan kepayang karena kita masih mengabaikan kekuatannya sendiri.
Semoga kita semua diringankan langkah kakinya untuk menuju rumah Allah, ber-azzam untuk senantiasa menegakkan kalimatullah. Mari saudaraku, kita bangun dan bersegera menuju masjid. Mulai shubuh ini karena shubuh itu sudah dekat!.
Si Rabbi pertama berkata; wahai saudaraku, kita semua harus waspada dan terus berkonsolidasi terhadap antusias kaum muslim mengikuti shalat Jumat. Bisa jadi, itu sarana untuk mereka untuk menyatukan gerakan perlawanan terhadap kaum Yahudi. Mendengar pernyataan sekaligus kekhawatiran tersebut si Rabbi kedua hanya tersenyum. ”Tidak usah khawatir dan takut saudaraku. Shalat Jumat yang dihadiri berjubelnya kaum muslim itu jangan dijadikan tolak ukur persatuan apalagi ancaman perlawanan. Meskipun mereka banyak, berkumpul tapi sebenarnya mereka rapuh dan tercerai berai.”
Selanjutnya, dengan penasaran Rabbi pertama bertanya, ”lantas, apa yang menjadi tolak ukur kaum muslimin mulai bersatu berhimpun dalam suatu garis perjuangan dan tanda-tanda mereka bersiap menghancurkan kita?”
Rabbi kedua menjawab dengan nada tegas dan seirus, ”Shalat Jumat memang bukan tolak ukur kekuatan mereka. Satu hal yang harus terus kita waspadai, satu-satunya yang harus patut kita cemaskan adalah jika mereka, orang-orang Islam itu sudah mennjalankan shalat Shubuh berjamaah di mesjid dengan jumlah sama banykanya dengan shalat Jumat. Jika shalat shubuh mereka sudah memenuhi mesjid-mesjid dan itu terjadi hampir di seluruh belahan dunia, maka itulah tanda-tanda akan segera hancurnya kaum Yahudi.”
Rabbi pertama menimpali. ”Jika demikian saudaraku, usahakan dengan cara apapun, dengan menggerakkan semua elemen kita buat mereka tetap terlelap dalam tidurnya, kita tutup telinganya agar tidak mendengar panggilan azan sehingga mereka tidak bisa mengetahui kekuatan mereka sendiri.
Dari kisah tersebut dapat kita ketahui bahwa, ternyata musuh-musuh Islam dalam setiap kesempatan akan menggunakan segala daya upaynya untuk melemahkan bahkan meluluhlantahkan sendi-sendi kekuatan kaum muslim. Sementara itu kesadaran kita untuk terus memperbaiki diri dengan menjalankan Al-Quran dan Sunnah kian hari kian terkikis oleh gelombang globalisasi.
Akhirnya, ketahuilah bahwa ketika kita semua masih bermalas-malasan di waktu shubuh. Lebih memilih melanjutkan dengkuran dan menarik kembali selimut diwaktu yang sama para musuh-musuh Islam, kaum Yahudi dan sekutunya sedang mentertawakan kita semua. Mereka senang bukan kepayang karena kita masih mengabaikan kekuatannya sendiri.
Semoga kita semua diringankan langkah kakinya untuk menuju rumah Allah, ber-azzam untuk senantiasa menegakkan kalimatullah. Mari saudaraku, kita bangun dan bersegera menuju masjid. Mulai shubuh ini karena shubuh itu sudah dekat!.
0 komentar:
Posting Komentar