WHAT'S NEW?
Loading...

Mencatat Sejarah

Kehidupan adalah permainan. Itu dapat kita lihat pada kejadian dalam keseharian. Orang berlomba memperebutkan jabatan dalam hiruk pikuk Pilkada. Sebagian lagi berjuang mati-matian mempertahankannya. Ada yang menjadi pelaku tokoh utama, penonton bahkan ada yang mengomentari (termasuk saya) dalam setiap babak. Semuanya tentu saja terekam dengan baik di hadapan Allah Swt. Namun yang paling terpenting adalah apa yang kita pelajari dari semua peristiwa tersebut.

Masih segar dalam ingatan kita. Pelantikan seorang bani Adam ketika menjadi pejabat. Masih terasa dukungan kuat yag membanggakan. Namun kini itu semua harus berakhir. Dalam perhitungan dunia itu semua sudah tamat. Game is over. Ia hanya tersisa sebagai bacaan dan pelajaraan generasi depan. Akan tetapi inilah yang paling penting. Akhir dari sejarah tersebut.

Dihadapan Allah Swt sejarah tidak pernah berakhir. Ia justru akan dimulai. Sejarah sesungguhnya menyisakan sebuah pertanggungjawaban. Allah Swt menebus tunai ganjarannya. Inilah yang senantiasa kita khawatirkan. Akankah sejarah tersebut berbuah kebahagiaan. Ataukah penyesalan panjang yang tidak berkesudahan.

Kini setiap lembaran hari siap diisi sejarah. Kita melangkah membuka lembaran sendiri-sendiri. Kita melihat contoh, mengulang aktivitas, menyelesaikannya, kemudian membuka yang baru. Begitu seterusnya setiap hari. Jika yang kita lakukan hanyalah pengulangan, maka nilailah yang membuat berbeda. Lalu tersisa pertanyaan, bagaimana setiap perulangan sejarah kita menjamin satu keyakinan, kita lebih baik dari yang pernah ada. Best of the best. Tentunya di hadapan Allah Swt.

Kini kitalah yang menentukan. Apakah sejarah yang kita miliki menjadi sumber kebaikan, membuahkan kebaikan, dan menjadi kesejukan generasi selanjutnya. Ataukah menjadi simbol kekalahan, hanyalah dikenang semata sebagai pecundang. Bukankah Allah Swt mengingatkan tipu daya kehidupan dunia. Bukankah Allah Swt menawarkan tawaran kemenangan. Tinggllah hati nurani yang menjadi penuntun. Sebagai apapun diri kita. Sekedar mengulangi sejarah, penentu sejarah ataukah sebagai pencatat sejarah. Yang pasti wariskanlah sejarah, semata hanya kebaikan yang dikenang dan bermanfaat.



0 komentar: